jueves, 3 de diciembre de 2020

Kasih yang Sama

 



Allah mencintai semua manusia. Ia adalah Allah yang adil. Kita berdoa,”Bapa Kami yang di surga, dikuduskanlah nama-Mu, datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga….”

Sering sekali kita berfikir bahwa Tuhan lebih sayang kepada orang-orang Kristen yang taat kepada-Nya atau orang-orang baik atau orang-orang yang kehidupannya makmur. Pemikiran seperti ini akan membawa kita pada pemahaman bila hidup manusia dalam kesulitan atau kesukaran, berarti Tuhan hanya sekedar sayang kepadanya atau tidak memberikan kasih yang lebih seperti kasih Allah kepada orang yang hidupnya makmur.

Kasih Allah kepada segenap umat manusia adalah sama. Tidak ada lagi kasih yang lebih dari itu? Mengapa? Karena Allah telah memberikan semua kasih-Nya kepada manusia. Apa itu? Ia mengirimkan anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus ke dunia untuk menyelamatkan umat manusia. Jadi, Allah sangat menyayangi “semua” manusia.

Lalu, apa gunanya kita taat atau membangun hubungan pribadi dengan Tuhan atau apa gunanya menjadi garam dan terang dunia?

Kisah 1:

Ayah Budi sangat menyayangi anaknya, si Budi. Ayah Andi sangat menyayangi anaknya, si Andi. Pertanyaannya, siapakah yang memberikan kasih lebih besar? Kasih ayah Budi kepada anaknya atau Kasih ayah Andi kepada anaknya? Tentu, keduanya sama, Ayah Budi sangat menyayangi anaknya. Ayah Andi sangat menyayangi anaknya.

Dari kisah ini, kita belajar, siapakah yang paling disayang oleh Allah? Kamu atau saya atau dia atau mereka? Tentu, Allah sayang semuanya sama rata.

 

Kisah 2:

Dalam satu keluarga terdapat 5 anak. Siapa yang paling disayang? Semuanya disayang. Siapa yang paling menikmati kasih sayang itu. Seharusnya semua anak menikmati kasih sayang itu. Namun, anak yang menghabiskan waktu pada orangtuanya akan memiliki pengalaman bersama. Anak yang menceritakan keluh kesahnya akan menemukan penyelesaian. Siapa yang paling disayang? Semuanya disayang. Siapa yang paling menikmati? Dia yang membangun hubungan lebih dalam dengan ayah ibunya. Ayah dan ibu tidak menjauhkan diri dari anaknya. Mereka berusaha memberikan perlindungan dan kebahagiaan.

Ingat, Tuhan selalu datang kepada kita, memanggil kita untuk hidup di dalam Dia. Kitalah yang sering mengabaikan Tuhan atau mengandalkan diri sendiri. Sehingga, pengalaman pribadi kita kurang bersama Tuhan. Demikian pula, kurangnya merenungi dan mensyukuri anugerah Tuhan akan membuat kita merasa mengapa saya tidak seberuntung orang lain. Allah tetap mencintai kita bagaimanapun kondisi kita. Allah tetap setia, walau kita tidak setia kepada-Nya. Hubungan pribadi dengan Tuhan adalah kunci menikmati anugerah Tuhan.

Kitalah manusia yang sering membagi level kehidupan. Level kehidupan seperti apa?  Kita membagi orang-orang berdasarkan kekayaan, penampilan, kecerdasan atau keturunan dan sebagainya. Seolah-olah kita membuat kriteria, orang yang beruntung adalah seperti ini dan bila kita tidak demikian maka kita tidak beruntung. Yang memberi makna seolah-olah kita tidak disayang atau kita sedang diabaikan oleh Allah.  Tentu ini pemahaman yang salah. Dunia telah memporak-porandakan apa yang benar.

Allah sangat menyayangi kita. Ia begitu lembut. Ia menyambut kita saat mau kembali kepadanya. Bila kita merasakan betapa kita dikasihi oleh Allah dan bukan karena perbuatan kita maka kita mampu mengasihi orang lain. Bila kita merasa kita dikasihi Allah dan kita memposisikan kasih Allah itu berupa kekayaan, kepintaran, penampilan, pekerjaan, keturunan, maka kita sebagai orang yang merasa dikasihi, juga akan mengasihi orang lain, namun, kasih yang tulus akan mudah pudar, karena masih ada pengandalah diri  terhadap dunia ini. Kita akan mengeksklusifkan diri, seolah-olah Tuhan lebih sayang kepada kita. Tuhan Allah sayang kepada semua manusia. Maka, kita pun haruslah mengasihi semua umat manusia. Bukan hanya yang satu ras, satu agama, satu pemahaman, tapi kasihilah semua orang, termasuk musuhmu. Allah begitu mengasihi kita. KasihNya begitu besar. Ia memberikan anakNya untuk menebus dosa kita.

Belajarlah mengampuni, bagaimana Allah begitu mengasihi kita. Belajarlah melihat bahwa Allah mengasihi semua manusia. Merasa bila kita adalah orang yang paling dikasihi adalah kesombongan. Bukan kita orang yang paling dikasihi. Sifat ini menimbulkan kesombongan rohani. Allah mengasihi semua manusia, Ia sangat mengasihi. Semua kasihNya telah diberikannya kepada kita. Hidup bukanlah tentang diri kita sendiri. Lihatlah, bahwa kita semua mendapat kasih Allah. Bila kita sangat menikmati anugerahNya, ingatlah bila ini adalah kasih Allah. Mengucap syukurlah seperti seorang anak yang berterima kasih kepada orang tuanya.  


Sumber gambar: https://www.bcpmanila.org/devotional/dimensi-kasih-allah

No hay comentarios:

Publicar un comentario