Allah mencintai semua manusia. Ia
adalah Allah yang adil. Kita berdoa,”Bapa Kami yang di surga, dikuduskanlah
nama-Mu, datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga….”
Sering sekali kita berfikir bahwa
Tuhan lebih sayang kepada orang-orang Kristen yang taat kepada-Nya atau
orang-orang baik atau orang-orang yang kehidupannya makmur. Pemikiran seperti
ini akan membawa kita pada pemahaman bila hidup manusia dalam kesulitan atau
kesukaran, berarti Tuhan hanya sekedar sayang kepadanya atau tidak memberikan kasih
yang lebih seperti kasih Allah kepada orang yang hidupnya makmur.
Kasih Allah kepada segenap umat
manusia adalah sama. Tidak ada lagi kasih yang lebih dari itu? Mengapa? Karena
Allah telah memberikan semua kasih-Nya kepada manusia. Apa itu? Ia mengirimkan
anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus ke dunia untuk menyelamatkan umat manusia.
Jadi, Allah sangat menyayangi “semua” manusia.
Lalu, apa gunanya kita taat atau
membangun hubungan pribadi dengan Tuhan atau apa gunanya menjadi garam dan
terang dunia?
Kisah 1:
Ayah Budi sangat menyayangi anaknya,
si Budi. Ayah Andi sangat menyayangi anaknya, si Andi. Pertanyaannya, siapakah
yang memberikan kasih lebih besar? Kasih ayah Budi kepada anaknya atau Kasih
ayah Andi kepada anaknya? Tentu, keduanya sama, Ayah Budi sangat menyayangi
anaknya. Ayah Andi sangat menyayangi anaknya.
Dari kisah ini, kita belajar,
siapakah yang paling disayang oleh Allah? Kamu atau saya atau dia atau mereka?
Tentu, Allah sayang semuanya sama rata.
Kisah 2:
Dalam satu keluarga terdapat 5
anak. Siapa yang paling disayang? Semuanya disayang. Siapa yang paling
menikmati kasih sayang itu. Seharusnya semua anak menikmati kasih sayang itu. Namun,
anak yang menghabiskan waktu pada orangtuanya akan memiliki pengalaman bersama.
Anak yang menceritakan keluh kesahnya akan menemukan penyelesaian. Siapa yang
paling disayang? Semuanya disayang. Siapa yang paling menikmati? Dia yang
membangun hubungan lebih dalam dengan ayah ibunya. Ayah dan ibu tidak
menjauhkan diri dari anaknya. Mereka berusaha memberikan perlindungan dan
kebahagiaan.
Ingat, Tuhan selalu datang kepada
kita, memanggil kita untuk hidup di dalam Dia. Kitalah yang sering mengabaikan
Tuhan atau mengandalkan diri sendiri. Sehingga, pengalaman pribadi kita kurang
bersama Tuhan. Demikian pula, kurangnya merenungi dan mensyukuri anugerah Tuhan
akan membuat kita merasa mengapa saya tidak seberuntung orang lain. Allah tetap
mencintai kita bagaimanapun kondisi kita. Allah tetap setia, walau kita tidak
setia kepada-Nya. Hubungan pribadi dengan Tuhan adalah kunci menikmati anugerah
Tuhan.
Kitalah manusia yang sering
membagi level kehidupan. Level kehidupan seperti apa? Kita membagi orang-orang berdasarkan
kekayaan, penampilan, kecerdasan atau keturunan dan sebagainya. Seolah-olah
kita membuat kriteria, orang yang beruntung adalah seperti ini dan bila kita
tidak demikian maka kita tidak beruntung. Yang memberi makna seolah-olah kita
tidak disayang atau kita sedang diabaikan oleh Allah. Tentu ini pemahaman yang salah. Dunia telah
memporak-porandakan apa yang benar.
Allah sangat menyayangi kita. Ia
begitu lembut. Ia menyambut kita saat mau kembali kepadanya. Bila kita merasakan
betapa kita dikasihi oleh Allah dan bukan karena perbuatan kita maka kita mampu
mengasihi orang lain. Bila kita merasa kita dikasihi Allah dan kita
memposisikan kasih Allah itu berupa kekayaan, kepintaran, penampilan, pekerjaan,
keturunan, maka kita sebagai orang yang merasa dikasihi, juga akan mengasihi
orang lain, namun, kasih yang tulus akan mudah pudar, karena masih ada
pengandalah diri terhadap dunia ini.
Kita akan mengeksklusifkan diri, seolah-olah Tuhan lebih sayang kepada kita.
Tuhan Allah sayang kepada semua manusia. Maka, kita pun haruslah mengasihi
semua umat manusia. Bukan hanya yang satu ras, satu agama, satu pemahaman, tapi
kasihilah semua orang, termasuk musuhmu. Allah begitu mengasihi kita. KasihNya
begitu besar. Ia memberikan anakNya untuk menebus dosa kita.
Belajarlah mengampuni, bagaimana
Allah begitu mengasihi kita. Belajarlah melihat bahwa Allah mengasihi semua
manusia. Merasa bila kita adalah orang yang paling dikasihi adalah kesombongan.
Bukan kita orang yang paling dikasihi. Sifat ini menimbulkan kesombongan
rohani. Allah mengasihi semua manusia, Ia sangat mengasihi. Semua kasihNya
telah diberikannya kepada kita. Hidup bukanlah tentang diri kita sendiri.
Lihatlah, bahwa kita semua mendapat kasih Allah. Bila kita sangat menikmati
anugerahNya, ingatlah bila ini adalah kasih Allah. Mengucap syukurlah seperti
seorang anak yang berterima kasih kepada orang tuanya.
Sumber gambar: https://www.bcpmanila.org/devotional/dimensi-kasih-allah