jueves, 3 de diciembre de 2020

Dosa Merusak Relasi


Kita sebagai manusia sering tidak mampu memperbaiki relasi yang sudah rusak, baik dengan keluarga, sahabat, rekan dan lainnya. Kita tidak mampu memperbaiki relasi itu sendirian. Misalnya, kita bersalah kepada si A, kita telah melakukan segala cara dan menyampaikan permohonan maaf kepadanya, namun si A tampak tidak memberikan respon untuk menerima kita. Mungkin karena merasa sudah sakit hati atau dia merasa lebih nyaman untuk tidak bersahabat lagi dengan kita yang telah menyakitinya atau mungkin rasa trauma atau luka batin yang belum diselesaikan. Relasi tidak membaik.

Membaiknya relasi membutuhkan peran kedua pihak.

 

Relasi Tuhan Allah dan manusia rusak karena dosa manusia. Allah itu kudus dan sempurna. Kita tidak dapat memperbaiki masalah ini sendiri. Allah sendiri telah lebih dahulu berinisiatif untuk mendamaikan hubungan manusia dengan Allah, melalui Yesus Kristus yang telah lahir dan disalibkan untuk menanggung dosa manusia. Sudah selesai. Dosa-dosa kita telah diampuni oleh Tuhan Allah. Allah telah mengampuni dan menerima kita. Bila relasi ini masih belum damai, maka kitalah yang sebenarnya tidak mau membuka diri atau menerima Allah. Kita masih bertahan pada kesombongan diri. Allah tidak bersalah, namun Ia sangat menyayangi kita, Ia mau berkorban bagi manusia. Bukan Allah yang bersalah sehingga Ia disalibkan, namun kitalah manusia yang berdosa.  

 

Dalam kisah move on, kita diajak untuk merenungkan bahwa ada hal yang lebih besar yang harus kita renungkan atau pikirkan. Lebih dari pada memikirkan masa lalu kita dengan si dia, kita diajak untuk merenungkan bagaimana relasi kita dengan Tuhan. Tuhan Allah yang selalu menunggu dan sabar untuk kita kembali kepadaNya. Betapa sakit hati yang kita rasakan dalam kondisi patah hati, inilah yang kita lakukan pada Allah. Kita telah menyakitinya. Kita tidak setia pada perintah-Nya, namun Allah tetap setia.

Bila si dia yang selama ini kamu kejar untuk membalikkan relasi kalian berdua, dan tidak membaik, ingatlah kalian berdua adalah manusia dan kita semua tidak lepas dari dosa. Dosa merusak relasi manusia dengan Allah dan merusak relasi manusia dengan manusia. Pandanglah kepada Allah, bahwa Allah lebih sering kita sakiti hatinya dengan ketidaksetiaan dan kesombongan kita.

Memandang kepada Allah


 

Pada akhirnya, definisi move on ialah mampu memandang kepada Allah, mampu menerima keadaan bukan karena pasrah, namun berserah pada Tuhan. Menerima bukan karena tidak melihat harapan lagi, namun karena kita melihat bahwa hidup adalah sebuah harapan. Menerima bukan karena menanti rencana indah di depan sana, namun karena melihat bahwa hari ini adalah indah. Menerima bukan karena sudah lelah, namun karena kita melihat bahwa sayang sekali banyak hari yang terlewati tanpa mampu disyukuri, hanya berlalu begitu saja.

Kita berhenti mencari-cari sebuah jawaban atas pertanyaan mengapa dari kejadian masa lalu, berhenti mengasihani diri sendiri lagi, berhenti menuntut kepada Alah. Kita mampu merasakan bahwa Allah adalah jawaban. Karena hidup bukanlah tentang diri kita sendiri.

Setelah kita menerima hidup kita kembali, bersahabat kembali dengan Allah, maka saatnya kita bergerak. “Move on” adalah bergerak. Move on bukan berpindah. Bila Anda mengira bahwa standar move on adalah Anda mampu berpindah ke lain hati (jatuh cinta kembali) pada pria/wanita lain, maka move on Anda sebatas berpindah hati, menghibur diri dan cinta yang egois. Selesaikanlah masa lalu Anda, lalu bangunlah hubungan kembali, agar luka lama tidak bangkit mencengkram emosi Anda. Move on lah ke hati Allah. Move on lah bersama Allah.

Rasakan bahwa bahagia itu berasal dari Allah. Kebahagiaan sejati dan ketenangan batin hanya berasal dari Allah. Kembalilah kepada pelukan Allah. Ia menunggumu kembali. Ia sanggup mengobati lukamu. Rendahkanlah diri di hadapan Allah, mintalah hikmat dari Allah. Selamat menikmati kemurahan Allah. Rasakan cintaNya. Jatuh cintalah di setiap napasmu kepada Allah. Rasa syukur akan melingkupi hatimu.  

Kasih yang Sama

 



Allah mencintai semua manusia. Ia adalah Allah yang adil. Kita berdoa,”Bapa Kami yang di surga, dikuduskanlah nama-Mu, datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga….”

Sering sekali kita berfikir bahwa Tuhan lebih sayang kepada orang-orang Kristen yang taat kepada-Nya atau orang-orang baik atau orang-orang yang kehidupannya makmur. Pemikiran seperti ini akan membawa kita pada pemahaman bila hidup manusia dalam kesulitan atau kesukaran, berarti Tuhan hanya sekedar sayang kepadanya atau tidak memberikan kasih yang lebih seperti kasih Allah kepada orang yang hidupnya makmur.

Kasih Allah kepada segenap umat manusia adalah sama. Tidak ada lagi kasih yang lebih dari itu? Mengapa? Karena Allah telah memberikan semua kasih-Nya kepada manusia. Apa itu? Ia mengirimkan anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus ke dunia untuk menyelamatkan umat manusia. Jadi, Allah sangat menyayangi “semua” manusia.

Lalu, apa gunanya kita taat atau membangun hubungan pribadi dengan Tuhan atau apa gunanya menjadi garam dan terang dunia?

Kisah 1:

Ayah Budi sangat menyayangi anaknya, si Budi. Ayah Andi sangat menyayangi anaknya, si Andi. Pertanyaannya, siapakah yang memberikan kasih lebih besar? Kasih ayah Budi kepada anaknya atau Kasih ayah Andi kepada anaknya? Tentu, keduanya sama, Ayah Budi sangat menyayangi anaknya. Ayah Andi sangat menyayangi anaknya.

Dari kisah ini, kita belajar, siapakah yang paling disayang oleh Allah? Kamu atau saya atau dia atau mereka? Tentu, Allah sayang semuanya sama rata.

 

Kisah 2:

Dalam satu keluarga terdapat 5 anak. Siapa yang paling disayang? Semuanya disayang. Siapa yang paling menikmati kasih sayang itu. Seharusnya semua anak menikmati kasih sayang itu. Namun, anak yang menghabiskan waktu pada orangtuanya akan memiliki pengalaman bersama. Anak yang menceritakan keluh kesahnya akan menemukan penyelesaian. Siapa yang paling disayang? Semuanya disayang. Siapa yang paling menikmati? Dia yang membangun hubungan lebih dalam dengan ayah ibunya. Ayah dan ibu tidak menjauhkan diri dari anaknya. Mereka berusaha memberikan perlindungan dan kebahagiaan.

Ingat, Tuhan selalu datang kepada kita, memanggil kita untuk hidup di dalam Dia. Kitalah yang sering mengabaikan Tuhan atau mengandalkan diri sendiri. Sehingga, pengalaman pribadi kita kurang bersama Tuhan. Demikian pula, kurangnya merenungi dan mensyukuri anugerah Tuhan akan membuat kita merasa mengapa saya tidak seberuntung orang lain. Allah tetap mencintai kita bagaimanapun kondisi kita. Allah tetap setia, walau kita tidak setia kepada-Nya. Hubungan pribadi dengan Tuhan adalah kunci menikmati anugerah Tuhan.

Kitalah manusia yang sering membagi level kehidupan. Level kehidupan seperti apa?  Kita membagi orang-orang berdasarkan kekayaan, penampilan, kecerdasan atau keturunan dan sebagainya. Seolah-olah kita membuat kriteria, orang yang beruntung adalah seperti ini dan bila kita tidak demikian maka kita tidak beruntung. Yang memberi makna seolah-olah kita tidak disayang atau kita sedang diabaikan oleh Allah.  Tentu ini pemahaman yang salah. Dunia telah memporak-porandakan apa yang benar.

Allah sangat menyayangi kita. Ia begitu lembut. Ia menyambut kita saat mau kembali kepadanya. Bila kita merasakan betapa kita dikasihi oleh Allah dan bukan karena perbuatan kita maka kita mampu mengasihi orang lain. Bila kita merasa kita dikasihi Allah dan kita memposisikan kasih Allah itu berupa kekayaan, kepintaran, penampilan, pekerjaan, keturunan, maka kita sebagai orang yang merasa dikasihi, juga akan mengasihi orang lain, namun, kasih yang tulus akan mudah pudar, karena masih ada pengandalah diri  terhadap dunia ini. Kita akan mengeksklusifkan diri, seolah-olah Tuhan lebih sayang kepada kita. Tuhan Allah sayang kepada semua manusia. Maka, kita pun haruslah mengasihi semua umat manusia. Bukan hanya yang satu ras, satu agama, satu pemahaman, tapi kasihilah semua orang, termasuk musuhmu. Allah begitu mengasihi kita. KasihNya begitu besar. Ia memberikan anakNya untuk menebus dosa kita.

Belajarlah mengampuni, bagaimana Allah begitu mengasihi kita. Belajarlah melihat bahwa Allah mengasihi semua manusia. Merasa bila kita adalah orang yang paling dikasihi adalah kesombongan. Bukan kita orang yang paling dikasihi. Sifat ini menimbulkan kesombongan rohani. Allah mengasihi semua manusia, Ia sangat mengasihi. Semua kasihNya telah diberikannya kepada kita. Hidup bukanlah tentang diri kita sendiri. Lihatlah, bahwa kita semua mendapat kasih Allah. Bila kita sangat menikmati anugerahNya, ingatlah bila ini adalah kasih Allah. Mengucap syukurlah seperti seorang anak yang berterima kasih kepada orang tuanya.  


Sumber gambar: https://www.bcpmanila.org/devotional/dimensi-kasih-allah