Maafkanlah diri kita sendiri! Terimalah teguran yang membangun. Rasanya sakit, namun untuk mencambukmu agar tidak berjalan di luar garis. Terimalah kemarahan yang mengetuk hati dan pikiranmu untuk cepat sadar akan kelalaianmu. Jangan membenci mereka! Jangan pula menarik diri! Sayangilah mereka! Kamu akan semakin bertumbuh dan menjadi lebih baik saat kamu berani untuk menghadapinya.
Gandeng selalu kata “maaf”, “terima kasih”, “senyum” dan “tatapan matamu”.
Engkau sedang dibentuk. Terimalah! Seiring waktu orang-orang tersebut akan menghilang dari jalanmu. Jangan sia-siakan masa pembentukan bersama mereka. Akui kelemahan/kelalaian/ketidaktahuanmu, lalu belajar dan berubahlah. Maaf yang terbaik adalah benar-benar berubah dan bertanggung jawab.
----
Suatu hari engkau sampai pada titik dimana engkau tidak lebih hebat dari siapapun. Sebuah masa dimana kebaikan, kemolekan, kepintaran, kekayaan dan popularitas juga dimiliki banyak orang. Kemudian engkau bertanya apakah kehebatan/kelebihanmu yang membuat engkau berharga?
Masa itu adalah masa dimana engkau melepas definisi ego dan harga dirimu. Saat dimana engkau menghormati orang-orang yang awalnya engkau anggap tidak berkesan untuk dihormati. Rendahkanlah hatimu.
----
Orang bijaksana membuat banyak orang mengerti. Melewati kesusahan hidup pada orang bijaksana diperlukan untuk penyaringan dan pemurnian.
Dunia adalah masa pengujian dan pemurnian. Orang bijaksana akan memahaminya. Berbahagialah orang yang menanti-nanti. Setialah sampa akhir.
----
Bertanggungjawablah pada hari-harimu. Hari ini singkat sekali. Sebentar pagi lalu malam dan hari berganti. Perhatikan hati, pikiran, perkataan dan perbuatan. Jangan lalai/asal-asalan/sembarangan menjalani harimu. Bertanggungjawablah pada setiap kesempatan. Jangan sia-siakan itu!
Uruslah keluarga, sekolah, diri sendiri, pekerjaan dan kehidupan sosialmu dengan sebaik-baiknya. Sekali lagi, gunakan sebaik-baiknya, termasuk waktu istirahatmu bahkan jenis candaanmu.
Pemurnian dan penyaringan dalam hidup ini seperti padi dan ilalang. Lalu, ilalang itu dibiarkan untuk terus bertumbuh hingga padi berusia dan berakar lebih tua dan kuat, agar ketika ilalang dicabut, padi tidak ikut terangkat. Bila masa kini kamu merasa mengapa ketidakadilan dibiarkan hidup, yang kaya/bertahta melakukan kesewenangan, jangan iri pada mereka. Fokuslah pada pertumbuhan akar dan buah yang engkau hasilkan. Bila engkau sudah kuat, engkau akan melihat bagaimana ketidakadilan akan dicabut dari tanah.
----
Jangan benci mereka yang berkata kasar padamu. Kadang hanya nada dan intonasnya yang salah atau mereka kurang kosakata yang banyak atau mereka kekurangan waktu.
Namun, kadang-kadang perkataan mereka, ada realistisnya juga.
Bila ada yang marah padamu, tenanglah, gunakan api kemarahannya dengan benar. Perhatikan dengan seksama. Mungkin saja kita yang salah, koreksi dulu diri ini. Biarkan kita yang banyak mengalah dan berubah.
Namun, bila saat kamu perhatikan, kemarahan orang seperti kebakaran jenggot atau ‘membakar rumahmu’, ya siram dengan air. Jangan biarkan kemarahan itu semakin menyulut! Jangan kamu beri bensin! Hal itu membahayakanmu juga.
Engkau tidak dapat mengontrol bagaimana orang lain harus bersikap pada anda. Namun anda dapat memasang kuda-kuda dan menjaga hati/perasaan Anda. Tetap berusahalah bertanggung jawab pada perasaan Anda.
Treat yourself as you treat your lovely child. Bila hatimu sedih, hiburlah/apresiasilah! Jangan semakin menghakimi/ merendahkan/ menertawakan. Tuntunlah dirimu bak menuntun anak kecilmu. Bersahabatlah dengan dirimu.
----
Tersenyumlah selalu. Masalahmu tidak pernah lebih besar dari Tuhan. Biarkan matamu memancarkan kemuliaan Tuhan, bukan beratnya masalahmu. Banyak orang-orang yang butuh pengharapan dalam hidupnya. Coba saja tersenyum, banyak yang merasa tidak danggap. Siapa tahu, senyummu menjadi pintu yang terbuka bagi orang tersebut untuk kembali semangat.
Senyummu, tatapan matamu dan ketulusanmu. Berpakaianlah rapi dan bersih, tersenyumlah bagi mereka. Kebeningan hatimu akan terpancar. Tersenyum bukan agar engkau disenyum/ dikagum. Tersenyum ya, tersenyum saja. Seperti menabur, berharap ketulusan ini ada yang bertumbuh menjadi semangat/ rasa penerimaan pada orang lain.